Duo Menel

Duo Menel
Patung Welkom 3183

Kamis, 10 September 2009

DOA KHUSUK

Malam itu ada ramai-ramai di sebuah rumah di kota kecil itu. Pemilik rumah, Hasan, seorang insinyur muda mengadakan syukuran karena memenangkan lomba arsitektur tingkat nasional dalam merancang sebuah bangunan besar di ibukota. Teman-teman Hasan, baik dari dalam kota maupun dari luar kota berdatangan untuk turut bergembira atas keberuntungan insinyur yang berasal dari keluarga miskin itu.

Seorang ustad memberikan sambutan pada pertemuan itu. Seperti biasa, ada ucapan terima kasih, maksud pertemuan itu, dan cerita singkat prestasi Hasan sebagai seorang arsitek. Di samping terkabulnya doa asan meraih sukses. Sambutan pun berakhir dengan permohonan maaf kalau terdapat kekurangan dalam perhelatan itu.

Ketika orang-orag sedang beramah-tamah, sang ustad menegur Mat Kacong yang ada di situ. Ia memang tahu bahwa Hasan akrab sekali dengan Mat Kacong yang lucu itu.

“Kapan kau tiba di sini Mat Kacong?”

“Tadi pagi Ustad. Ada yang kurang lengkap pada sambutan ustad tadi.”

“Apa yang tak lengkap?”

“Sebenarnya keberhasilan itu tak perlu diterangkan karena doa Hasan yang makbul, saya sebagai sahabat dekat tak yakin doa Hasan itu makbul. Saya tahu, Hasan kalau berdoa jarang khusuk.”

Semua hadirin tertawa. Hasan terpingkal-pingkal mendengan canda sahabatnya itu.

“Saya lebih yakin,” ujar Mat Kacong lagi, “yang diterima Allah agar Hasan sukses itu, ialah doa ayah dan ibu Hasan.”

Mendengan itu bergetarlah hati Hasan. Pelan-pelan ia bangkit memeluk Mat Kacong, “Selama ini kau hanya banyak bercanda, tapi saat ini benar-benar mengingatkanku terhadap jasa ayah bundaku,” ujar Hasan sambil menyeka air matanya.



20 Ramadhan 1430H / Dikutip dari Sate Rohani dari Madura – D. Zawawi Imron

Tidak ada komentar:

Posting Komentar