Duo Menel

Duo Menel
Patung Welkom 3183

Sabtu, 29 Agustus 2009

HIJAB, MENJAGA FITRAH MUSLIMAH

Ada tiga bagian tubuh perempuan yang wajib ditutupi.Jilbab atau hijab tak bisa dipisahkan dari keseharian wanita Muslimah. Baik di desa maupun di kota, penggunaan jenis pakaian ini semakin meluas dan tak mengenal batas usia. Corak dan ragam hijab juga tampak kian menarik.Agama Islam sejatinya mewajibkan Muslimah mengenakan hijab. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga fitrah, menghormati serta memuliakan mereka.
"Apakah pantas Allah menciptakan tanpa mengetahui apa yang diciptakan-Nya itu? Dia Maha Halus dan Maha Mengetahui." (QS al Mulk [67]: 14). Dengan berhijab (jilbab), maka perempuan Muslimin akan mudah dibedakan dengan wanita yang berperilaku buruk (al-fujur). Itulah yang bisa menjaganya dari pandangan orang asing.
Pewajiban hijab sebagai penutup aurat tertera dalam Alquran maupun hadis. Seperti pada QS al-Ahzab [33]: 59, "Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."Dalam fikih Islam, al-hijab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh perempuan.
Terdapat tiga kata yang bermakna sama dengan hijab, yakni al-jilbab, al-khimar serta al-niqab. Mengenai bentuk hijab, masih terjadi perbedaan pendapat di kalangan fukaha. Ada yang menyatakan jilbab merupakan baju kurung (mula'ah) yang menutupi seluruh tubuh perempuan, kecuali bagian mata. Sedangkan pendapat lain berpendapat jilbab sebagai semacam kerudung (rida) yang menutup bagian atas sampai bawah tubuh perempuan, termasuk wajah.Adapun al-khimar, pengertiannya adalah penutup (al-sitr). Jadi, segala sesuatu yang menjadi penutup disebut al-khimar. Sementara perbedaan maknanya dengan al-hijab, yakni pada al-hijab yakni penutup seluruh tubuh perempuan tanpa kecuali, dan al-khimar diartikan penutup bagian kepala dan dada dari tubuh perempuan.Ini juga berbeda pengertian dengan al-niqab. Di sini, pengertiannya adalah digunakan untuk menutup wajah perempuan saja. Kata-kata al-niqab tersebut tidak pernah ditemukan dalam ayat Alquran, melainkan pada hadis Rasulullah SAW.
Lantas bagaimana ketentuan berhijab? Mayoritas fukaha sepakat, ada beberapa hal yang tidak boleh ditinggalkan. Bagian tubuh perempuan yang wajib ditutupi antara lain seluruh anggota badan selain wajah, dua telapak tangan, dan dua telapak kaki.Hanya ada dua syarat di mana kaum perempuan boleh memperlihatkan bagian tubuh itu. Pertama, ketika hal tersebut tidak menimbulkan fitnah, dan kedua, seperti disebutkan dalam QS an-Nuur [24] ayat 31, "Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka."
Kain tipis
Ketentuan di atas berlaku untuk seluruh perempuan muda. Sementara bagi yang sudah tua, tidak menimbulkan daya tarik bagi laki-laki, tidak wajib menutupi ketiga bagian tubuh itu, sesuai QS an-Nuur [24] ayat 60.Yang penting diperhatikan, kain untuk hijab juga sebaiknya dipilih yang tebal serta tidak tembus pandang. Hal ini untuk menghindari pandangan aurat meski hanya samar-samar, semisal mengenakan kain sutra tipis, cadar tipis, atau stoking (jarab) yang tipis. Bagi agama Islam, pakaian jenis itu sama saja dengan seolah-olah yang mengenakannya adalah tidak berpakaian. "Ada dua penghuni neraka yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. Sekelompok orang yang dipukul dengan pecut seperti ekor-ekor sapi, dan sekelompok perempuan yang meskipun berpakaian tapi sebenarnya telanjang." (HR Muslim). Pakaian Muslimah itu juga hendaknya tidak yang menyerupai pakaian laki-laki. Baik dari segi bentuk, warna, serta modelnya. Kemudian tidak berwarna menyolok sehingga menarik perhatian orang, serta pula tidak menyerupai pakaian wanita kafir.Ibrahim. Muhammad al Jamal dalam buku Fiqh Wanita, bahwa yang menjadi idaman lelaki berakal justru adalah wanita yang senantiasa berpakaian Islami, yakni wanita yang patuh kepada perintah Allah dan berkemauan keras melaksanakannya. Dengan ukuran demikian, nilai seseorang dapat ditimbang dari kepribadiannya. Wanita yang seperti itu berarti pula dapat ikut mewujudkan suatu masyarakat yang adil makmur, tenteram serta mengangkat nilai-nilai moral agama.
Wallahualambisawab (dirangkum dr berbagai sumber) ]


08 Ramadhan 1430H / Kiriman dari Widi Astuti

Jumat, 28 Agustus 2009

ADAB BERBUKA

Waktu berbuka, adalah waktu yang ditunggu-tunggu. Waktu yang dinanti-nantikan oleh orang yang sedang menjalankan ibadah puasa. Maka begitu tiba waktu berbuka, terasa gembira dan bahagia sekali. Bahkan detik-detik menjelang berbuka, menjelang beduk berbunyi, rasanya sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata, dengan angka dan aksara.
Betapa gembira dan bahagianya ketika itu. Terasa memenuhi seluruh rongga, jiwa dan raga. Justru itulah maka Rasulullah SAW mengatakan bahwa orang yang berpuasa itu akan mendapat dua kegembiraan sebagaimana sabda beliau: “Orang yang berpuasa itu akan mendapat dua kegembiraan. Yang pertama gembira ketika berbuka, dan yang kedua gembira ketika berjumpa dengan Tuhannya di kemudian hari nanti.”Walaupun berbuka hanya segelas air putih, akan tetapi terasa begitu nikmat ketika meminumnya. Bahkan lebih nikmat bila dibandingkan dengan meminum segelas kopi susu atau teh manis bagi orang yang tidak puasa.
Tapi kendatipun demikian, jangan pula dijadikan waktu berbuka itu seakan tempat melepaskan dendam. Dikarenakan seharian menahan lapar dan dahaga, menahan diri dari bersenggama, dan dari yang membatalkan puasa, maka begitu tiba waktu berbuka semua dimakan dan diminum. Seakan tidak boleh ada makanan dan minuman yang tersisa. Selagi selera masih mau, selagi makanan atau minuman masih ada, semua disikat, tanpa memperhitungkan daya tampung perut dan kekuatannya untuk mencerna. Akhirnya jangankan untuk melaksanakan sholat, mau berdiri dan bangun saja dari tempat duduk sudah terasa payah. Bahkan ada yang sempat muntah karena kekenyangan.
Yang demikian itu bukan saja tidak mendapat pahala dikarenakan tidak mengikuti cara Rasulullah dalam berbuka, akan tetapi tidak jarang mengundang datangnya penyakit. Dimana perut atau usus yang tadinya kosong kemudian diisi sebanyak-banyaknya secara mendadak tanpa didahului dengan mukadimah. Maksudnya dengan minuman atau makanan ringan sebagai pendahulu. Usus yang bagaimana yang tidak akan rusak kalau demikian caranya. Padahal salah satu rahasia puasa itu untuk menjadi orang bertambah sehat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Shuumuu tashih-huu” (Puasalah kamu agar kamu sehat).
Tata Cara Berbuka
Dalam hal berbuka ini ada tata cara yang harus kita ikuti. Tata cara itu sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam salah satu haditsnya yang berbunyi: “Apabila berbuka salah satu kamu, maka hendaklah berbuka dengan kurma. Andaikan kamu tidak memperolehnya, maka berbukalah dengan air, maka sesungguhnya air itu suci.”Hadits Nabi ini menggambarkan kepada kita bagaimana cara berbuka yang baik. Yaitu dengan makanan yang manis, yang lunak dan mudah dicerna. Biasanya Rasulullah SAW kalau berbuka didahului dengan meminum air zam-zam atau air putih yang kemudian diiringi dengan beberapa biji kurma. Yang demikian itu boleh dikatakan sebagai mukadimah. Dengan kata lain, begitu masuk waktu berbuka maka tidak semua langsung dimakan atau disikat.Rasulullah SAW dalam setiap berbuka atau katakanlah setiap waktu makan, tidak pernah terlalu kenyang. Bahkan tidak sampai kenyang. Kurang lebih 2/3 dari perut itu yang diisi, dan 1/3 lagi dikosongkan. Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya, bahwa beliau tidak makan sebelum lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.Yang lebih penting untuk diperhatikan dalam berpuasa ini bukan sekedar mengosongkan perut, tapi waktu mengisinya kembali yaitu waktu berbuka perlu diperhatikan. Kalau tidak, bahaya yang akan datang. Justru itu makan dan minum janganlah berlebihan atau kekenyangan.
Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Al’araf ayat 31 yang artinya: “Dan makan dan minumlah kamu, akan tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.”Justru itulah masalah makanan ini perlu juga dijaga dan diperhatikan. Maksudnya tidak semua harus dimakan atau ditelan. Akan tetapi harus dipertimbangkan daya tampung perut dan kemampuannya untuk mencerna. Kalau tidak, hal ini nanti akan bisa menimbulkan bencana terhadap fisik. Bahkan bukan hanya sekedar itu. Kata orang-orang ahli Tasawuf “Memperturutkan selera atau kemauan perut dalam masalah makan tanpa ada batas sebagaimana yang digariskan oleh Rasulullah SAW, yaitu berhenti sebelum kenyang, dengan kata lain orang yang makannya banyak, maksudnya setiap makan selalu kekenyangan, juga bisa menjadi penyakit jiwa. Yaitu penyakit loba, tamak dan serakah.”Awali dengan do’a,Setidaknya ketika akan berbuka bacalah bismillah. Dan akan lebih bagus lagi, lalu diiringi dengan do’a. umpamanya do’a sebagai berikut: “Allaahummalaka shumtu wabika aamantu wa‘alaa rizqika afthortu dzahaba zhomau wa abtal-latil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insyaaa Allaahu ta’alaa birohmatika yaa arhamar-rohimiin.” (Yaa Allah! Karena-Mu aku berpuasa, dan kepada-Mu aku berbuka. Dahaga telah hilang, urat-urat telah basah (segar). Mudah-mudahan tetap pahalanya. Dengan rahmat-Mu, wahai dzat yang Maha Pengasih)Dan akan bertambah bagus lagi, kalau seusai berbuka, setiap selesai makan, bacalah do’a sebagai berikut: “Alhamdulillaahil- ladzii ath ‘amanaa wasaqoonaa waj’alnaa minasy-syakiriin” (Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan dan minum kepada kami. Dan jadikanlah kami dari golongan orang-orang yang bersyukur)
Mempercepat berbuka.
Mempercepat berbuka di sini bukan berarti berbuka sebelum waktunya, tidak. Akan tetapi begitu tiba waktunya langsung berbuka. Jangan sekali-kali ditunda dengan mengerjakan sholat maghrib terlebih dahulu baru berbuka. Sebab yang demikian itu tidak akan menambah pahala. Tapi kalau kita cepat berbuka, kita akan mendapat pahala dari amalan sunah yang kita kerjakan itu. Sebab mempercepat berbuka itu hukumnya sunah.Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya:“Manusia itu selalu berada dalam kebaikan selama menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari dan Muslim) Kemudian ada satu lagi hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Daud yang artinya: “Adalah Rasulullah SAW berbuka dengan beberapa biji kurma sebelum Sholat. Memberikan Perbukaan
Bulan Ramadhan ini bulan yang penuh berkah. Bulan di mana amal ibadah kita dilipat-gandakan pahalanya. Justru itulah sebaik-baiknya sedekah itu pada bulan Ramadhan. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Turmuzi dari Anas bin Malik yang berbunyi: “Afdholush shodaqoti shodaqotun fii romadhoona” (Seutama-utamanya sedekah ialah di bulan Ramadhan). Sedekah yang lebih besar lagi pahalanya ialah memberi orang yang berbuka. Hal ini dijelaskan oleh Nabi di dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Achmad dari Zaid bin Khalid yang artinya: “Barangsiapa yang memberikan makanan berbuka kepada seseorang yang berpuasa, niscaya dia akan memperoleh pahala sebagaimana yang diperoleh orang yang mengerjakannya dengan tidak kurang sedikitpun.”Dari keterangan kedua hadits tersebut semakin jelas bagi kita bahwa bersedekah di bulan Ramadhan itu mendapat nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bersedekah di bulan lain. Dengan memberi sedekah kepada orang yang berpuasa dengan jalan memberinya berbuka, akan mendapat pahala yang sama pahalanya dengan orang yang mengerjakan puasa itu.
Wallahualambisawab ( disarikan dari berbagai sumber )

07 Ramadhan 1430H / Kiriman dari Widi Astuti

Kamis, 27 Agustus 2009

SYUAIB BIN PERANG

Syuaib bin Harb nekad. Ia mencegat rombongan Khalifah Harun Ar-Rasyid yang sedang tour. Ia berteriak: “He Harun! Kau sudah menyusahkan rakyatmu, sekarang kau menyusahkan pula binatang kendaraanmu!” Sang Khalifah memang sedang naik kuda.

Tentu saja Syuaib langsung diamankan. Diinterogasi.

“Saudara ekstrimis ini dari golongan mana?”

“Aku dari golongan manusia fana” – jawab Syuaib

“Apakah Saudara ini anak buangan?”

“Aku ini turunan Adam yang sah.”

“Kenapa Saudara berani-berani memanggil saya dengan Harun saja?” – maksudnya kenapa tak pakai Bapak, Paduka, atau Kangjeng.

‘Lho! Tuhan saja kupanggil Allah, tanpa embel-embel, lha kok kamu minta macam-macam? Bukankah kau tahu bahwa Allah memanggil seluruh manusia dengan Muhammad – yang terpuji – kenapa kamu minta aku memanggilmu dengan gelar-gelar? Bahkan namamu itu sendiri tidak penting. Perbuatanmulah yang menentukan apakah sebaiknya kamu dipanggil ‘yang terpuji’ atau dipanggil Abu Lahab…!”

Untung Syuaib bukan warga negara kita. Untung dia tidak hidup bersama kita sekarang ini. Soalnya itu orang maunya nabrak lokomotif. Mungkin karena dia itu bin harb, anak perang, atau putra peperangan.

Untung saja Harun Ar-Rasyid itu bukan sejenis lokomotip.


06 Ramadhan 1430H / Dari Secangkir Kopi Jon Pakir – Emha Ainun Nadjib

Rabu, 26 Agustus 2009

SAYANG DARI ALLAH

Saat kau bangun pagi hari, AKU memandangmu dan
berharap engkau akan berbicara kepada KU,
walaupun hanya sepatah kata meminta pendapatKU atau bersyukur
kepada KU atas sesuatu hal yang indah yang terjadi
dalam hidupmu hari ini atau kemarin .......
Tetapi AKU melihat engkau begitu sibuk mempersiapkan
diri untuk pergi bekerja ........
AKU kembali menanti saat engkau sedang bersiap,
AKU tahu akan ada sedikit waktu bagimu untuk berhenti
dan menyapaKU, tetapi engkau terlalu sibuk .........

Disatu tempat, engkau duduk disebuah kursi selama
lima belas menit tanpa melakukan apapun.
Kemudian AKU Melihat engkau menggerakkan kakimu.
AKU berfikir engkau akan berbicara kepadaKU tetapi engkau berlari
ke telephone dan menghubungi seorang teman untuk
mendengarkan kabar terbaru.
AKU melihatmu ketika engkau pergi bekerja dan AKU
menanti dengan sabar sepanjang hari.
Dengan semua kegiatanmu AKU berfikir engkau terlalu sibuk
mengucapkan sesuatu kepadaKU.

Sebelum makan siang AKU melihatmu memandang sekeliling,
mungkin engkau merasa malu untuk berbicara kepadaKU,
itulah sebabnya mengapa engkau tidak menundukkan kepalamu.
Engkau memandang tiga atau empat meja sekitarmu dan
melihat beberapa temanmu berbicara dan menyebut
namaKU dengan lembut sebelum menyantap rizki yang AKU berikan,
tetapi engkau tidak melakukannya ........
masih ada waktu yang tersisa dan AKU berharap engkau akan berbicara kepadaKU,
meskipun saat engkau pulang kerumah kelihatannya seakan-akan
banyak hal yang harus kau kerjakan.

Setelah tugasmu selesai, engkau menyalakan TV,
engkau menghabiskan banyak waktu setiap hari didepannya,
tanpa memikirkan apapun dan hanya menikmati acara yg ditampilkan.
Kembali AKU menanti dengan sabar saat
engkau menonton TV dan menikmati makananmu tetapi
kembali kau tidak berbicara kepadaKU ..........

Saat tidur, KU pikir kau merasa terlalu lelah.
Setelah mengucapkan selamat malam kepada keluargamu,
kau melompat ketempat tidur dan tertidur tanpa
sepatahpun namaKU, kau sebut.

Engkau menyadari bahwa AKU selalu hadir untukmu.
AKU telah bersabar lebih lama dari yang kau sadari.
AKU bahkan ingin mengajarkan bagaimana bersabar terhadap orang lain.
AKU sangat menyayangimu, setiap hari AKU menantikan
sepatah kata, do'a, pikiran atau syukur dari hatimu.
Keesokan harinya ...... engkau bangun kembali dan
kembali AKU menanti dengan penuh kasih bahwa hari ini kau akan memberiku sedikit waktu untuk menyapaKU ........

Tapi yang KU tunggu ........ tak kunjung tiba ......
tak juga kau menyapaKU.
Subuh ........ Dzuhur ....... Ashyar ...........
Magrib ......... Isya dan Subuh kembali, kau masih
mengacuhkan AKU .....

tak ada sepatah kata, tak ada seucap do'a, dan tak
ada rasa, tak ada harapan dan keinginan untuk
bersujud kepadaKU ...........

Apa salahKU padamu...... wahai UmmatKU………..?????
Rizki yang KU limpahkan, kesehatan yang KU berikan,
harta yang KU relakan, makanan yang KU hidangkan, anak-anak yang
KUrahmatkan, apakah hal itu tidak membuatmu ingat
kepadaKU............!!!!!!!

Percayalah AKU selalu mengasihimu, dan AKU tetap
berharap suatu saat engkau akan menyapa KU, memohon
perlindungan KU, bersujud menghadap KU ....... Yang
selalu menyertaimu setiap saat .........


Kiriman Efoy Ganefi...

Selasa, 25 Agustus 2009

PR DARI ALLAH

Sudah sepuluh tahun ini kakak Jon ngebet naik haji. Tetapi ia selalu gagal. Padahal ia sudah menempuh berbagai jalan halal.

Kegagalannya itu karena ia terlalu peduli mengdengar keluhan kenalannya. Ia juga peduli dengan tetek bengek urusan desanya yang pasti sepanjang sejarah tidak akan habis.

Waktu pertama kali ia berhasil mengumpul uang. Seminggu sebelum ia mendaftar tiba-tiba madrasah yang dibangun ayah ambruk disambar cleret tahun. Kesempatan berikut juga tertunda gara-gara masjid yang mungkin dibangun sejak zaman wali harus pindah. Sebab terkena pelebaran jalan. Lalu ketika uang calon ONH ngumpul lagi tiba-tiba kupingnya menangkap info kalu cukup banyak jejaka desanya ingin nikah tapi tidak punya beaya. Terpaksa ia keluarkan beaya untuk upacara nikah massal di balai desa.

Setelah itu lama ia tidak kirim kabar tentang niatnya naik haji.

Nah, ketika tahun lalu ia bilang mau naik haji, Jon pun berdoa semoga ia diberi kesempatan memenuhi panggilan Nabi Ibrahim itu.

Jon silaturahmi ke sana setelah menerima telegram bahwa ia akan mendaftar dan mau menyetor ONH ke Bank. Waktu ketemu dengan tersenyum ia bercerita kalau naik hajinya ditunda lagi.

“Kenapa?” tanyaku

“Aku harus menebus sertifikat tanah milik pak Atmojo yang ditahan sebuah rumah sakit gara-gara enam bulan yang lalu ia disambar truk gandeng. Ongkos operasi plus perawatannya mencapai jutaan rupiah. Untung ia berhasil keluar dari rumah sakit itu. Ini berkat sokongan warga desa yang dapat mengumpulkan dana sebanyak separo dari seluruh ongkos. Yang separonya akan dicicil dengan tanggungan surat tanah. Nah dua hari yang lalu tanah pak Atmojo akan disita karena selama ini ia tidak mampu mencicil dan tidak memberi kabar.”

“Jadi ONH-mu kau oper jadi ORS, Ongkos Rumah Sakit?”

Ia mengangguk.

“Saya bersyukur karena Allah yang Bijak selalu mempertemukan aku dengan kewajiban kifayah seperti ini. Mataku masih awas dan telingaku untung masih diberi lobang sehingga info-info dari tetangga cepat masuk,” katanya los.


Dikutip dari Secangkir Kopi Jon Pakir – Emha Ainun Nadjib

Senin, 24 Agustus 2009

Menangis

Sehabis sesiangan bekerja di sawah-sawah serta disegala macam yang diperlukan oleh desa rintisan yang mereka dirikan jauh dipedalaman, Abah Latif mengajak para santri untuk sesering mungkin bersholat malam.

Senantiasa lama waktu yang diperlukan, karena setiap kali memasuki kalimat "iyyaka na'budu" Abah Latif biasanya lantas terhenti ucapannya, menangis tersedu-sedu bagai tak berpenghabisan.

Sesudah melalui perjuangan batin yang amat berat untuk melampaui kata itu, Abah Latif akan berlama-lama lagi macet lidahnya mengucapkan "wa iyyaka nasta’in" .

Banyak di antara jamaah yang turut menangis, bahkan terkadang ada satu dua yang lantas ambruk ke lantai atau meraung-raung.

"Hidup manusia harus berpijak, sebagaimana setiap pohon harus berakar," berkata Abah Latif seusai wirid bersama, "Mengucapkan kata-kata itu dalam Al-fatihah pun harus ada akar dan pijakannya yang nyata dalam kehidupan. 'Harus' di situ titik beratnya bukan sebagai aturan, melainkan memang demikianlah hakikat alam, di mana manusia tak bisa berada dan berlaku selain di dalam hakikat itu."

"Astaghfirulloh, astaghfirulloh..," gemeremang mulut para santri.

“Jadi, anak-anakku," beliau melanjutkan,"apa akar dan pijakan kita dalam mengucapkan kepada Alloh..iyyaka na'budu?"

"Bukankah tak ada salahnya mengucapkan sesuatu yang toh baik dan merupakan bimbingan Alloh itu sendiri, Abah?" bertanya seorang santri.

"Kita tidak boleh mengucapkan kata, Nak, kita hanya boleh mengucapkan kehidupan."

"Belum jelas benar bagiku, Abah?"

"Kita dilarang mengucapkan kekosongan, kita hanya diperkenankan mengucapkan kenyataan."

"Astaghfirulloh, astaghfirulloh..," geremang mulut para santri.

Dan Abah Latif meneruskan, "Sekarang ini kita mungkin sudah pantas mengucapkan “iyyaka na'budu.KepadaMu aku menyembah.Tetapi kaum Muslimin masih belum memiliki suatu kondisi keumatan untuk layak berkata kepadaMu kami menyembah, na'budu."

"Al-Fatihah haruslah mencerminkan proses dan tahapan pencapaian sejarah kita sebagai diri pribadi serta kita sebagai ummatan wahidah. Ketika sampai di kalimat na'budu, tingkat yang harus kita telah capai lebih dari abdullah, yakni khalifatulloh..Suatu maqom yang dipersyarati oleh kebersamaan kamu muslim dalam menyembah Alloh dimana penyembahan itu diterjemahkan ke dalam setiap bidang kehidupan. Mengucapkan iyyaka na'budu dalam sholat mustilah memiliki akar dan pijakan di mana kita kaum muslim telah membawa urusan rumah tangga, urusan perniagaan, urusan sosial dan politik serta segala urusan lain untuk menyembah hanya kepada Alloh. Maka anak-anakku, betapa mungkin alam keadaan kita dewasa ini lidah kita tidak kelu dan airmata tak bercucuran tatkala harus mengucapkan kata-kata itu?"

"Astaghfirulloh, astaghfirulloh..," gemeremang para santri.

"Al-fatihah hanya pantas diucapkan apabila kita telah saling menjadi khalifatulloh di dalam berbagai hubungan kehidupan.Tangis kita akan sungguh-sungguh tak berpenghabisan karena dengan mengucapkan ‘wa iyyaka nasta'in, kita telah secara terang-terangan menipu Tuhan.Kita berbohong kepada-Nya berpuluh-puluh kali dalam sehari.Kita nyatakan bahwa kita meminta pertolongan hanya kepada Alloh, padahal dalam sangat banyak hal kita lebih banyak bergantung kepada kekuatan, kekuasaan dan mekanisme yang pada hakikatnya melawan Alloh."

Astaghfirulloh, astaghfirulloh..," geremang mulutparasantri

"Anak-anakku, pergilah masuk ke dalam dirimu sendiri, telusurilah perbuatan-perbuatanmu sendiri, masuklah ke urusan-urusan manusia di sekitarmu, pergilah ke pasar, ke kantor-kantor, ke panggung-panggung dunia yang luas: tekunilah, temukanlah salah benarnya ucapan-ucapanku kepadamu.Kemudian peliharalah kepekaan dan kesanggupan untuk tetap bisa menangis.Karena alhamdulillah, seandainya sampai akhir hidup kita hanya diperkenankan untuk menangis karena keadaan-keadaan itu: airmata sajapun sanggup mengantarkan kita kepada-Nya."

---Dikutip dari Seribu Masjid Satu Jumlahnya - Tahajjud Cinta Seorang Hamba - Emha Ainun Nadjib

Minggu, 23 Agustus 2009

Ketika Engkau Bersembahyang

Ketika engkau bersembahyang
Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan
Partikel udara dan ruang hampa bergetar
Bersama-sama mengucapkan Allahu Akbar

Bacaan Al-Fatihah dan surah
Membuat kegelapan terbuka matanya
Setiap doa dan pernyataan pasrah
Membentangkan jembatan cahaya

Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi
Ruku' lam badanmu memandangi asal usul diri
Kemudian mim sujudmu menangis
Di dalam cinta Allah hati gerimis

Sujud adalah satu-satunya hakekat hidup
Karena perjalanan hanya untuk tua dan redup
Ilmu dan peradaban takkan sampai
Kepada asal mula setiap jiwa kembali

Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri
Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali
Badan di peras jiwa dipompa tak terkira-kira
Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya

Sembahyang di atas sajadah cahaya
melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia
Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya
Yang tak bisa dikisahkan kepada siapapun

Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah
Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika
Hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang
Dadamu mencakrawala, seluas 'arasy sembilan puluh sembilan

Puisi oleh EMHA AINUN NADJIB